Sabtu, 14 April 2012

Seputar Budidaya Perikanan



2.    TINJAUAN PUSTAKA
 

2.1   Pengertian Limnologi
Limnologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat struktur perairan daratan yang meliputi mata air, sungai, danau, kolam, dan rawa-rawa, baik yang berupa air tawar maupun air payau. Selain itu, dikenal oseanologi yang mempelajari tentang ekosistem laut. Lomnologi dan oseanologi merupakan cabang ilmu ekologi yang khusus mempelajari tentang sistem perairan yang terdapat di permukaan bumi (Barus, 2001).
Limnologi (dari bahasa Inggris- Limnology, dari bahasa Yunani: lymne “danau” dan logos “pengetahuan” merupakan pendelaman bagi biologi perairan darat terutama perairan tawar, lingkup kajiannya kadang-kadang mencakup juga perairan payau cestuari). Limnology merupakan bagian menyeluruh mengenai kehidupan di periaran darat sehingga digolongkan sehingga bagian dari ekologi. Dalam bidang perikanan, limnology dipelajari sebagai dasar bagi budidaya perairan (akuakulture) darat (Luarhardgson, 2010).
Kualitas suatu perairan ditentukan oleh sifat fisik, kimia, dan biologis dari perairan tersebut. Interaksi antara ketiga sifat tersebut menentukan kemampuan periairan untuk mendukung kehidupan organisme di dalamnya. Kualitas air mempengaruhi jumlah, komposisi, keanekaragaman jenis, produksi dan keadaan fisiologi organisme perairan. Habitat air tawar menempati daerah yan relatif kecil pada permukaan bumi, dibandingkan dengan habitat lautan dan daratan, tetapi bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya, sedangkan sifat fisik, kimia, dan biologi perairan seperti suhu, kecerahan, kedalaman, konduktivitas, pH, alkalinitas, kadar oksigen terlarut (DO), sangat mudah berubah. Oleh karena itu diperlukan suatu cara tertentu untuk menentukan kualitas perairan baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Adsense, 2010)
2.2   Parameter Fisika
2.2.1      Suhu
a.    Pengertian
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyerapan organisme. Proses kehidupan vital yang sering disebut proses metabolisme. Hanya berfungsi dalam kisaran suhu yang relatif sempit. Biasanya 00C-40C (Nybakken 1992 dalam sembiring, 2008)
Menurut Handjojo dan Djoko Setianto (2005) dalam Irawan (2009), suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolism dan berkembang biak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air
b.    Faktor-Faktor yang  mempengaruhi suhu
Pola temperature ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopii (penutup oleh vegetari) dari pepohonan yang tumbuh sel tepi (Brehm  dan Melfering, 1990, dalam Barus, 2010). Disamping itu pola temperature perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthrcopogen (faktor yang diakibatkan oleh aktifitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari pendinginan pabrik. Pengunduran BAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung. Hal ini terutama akan menyebabkan peningkatan temperatur suatu sistem perairan (Barus, 2001)
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu dan salinitas di perairan ini adalah penyerapan panas (heat flux) curah hujan (prespiration) aliran sungai (Flux) dan pola sirkulasi air (Hadikusumah, 2008)
2.2.2      Kecepatan Arus
a.    Pengertian
Menurut Barus (2001), arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada periran letik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat tusbulen yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan.
Menurut Husabarat dan Stewart (2008), arus merupakan gerakan air yang sangat luas terjadi pada seluruh lautan di dunia. Arus-arus ini mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan arah pelayaran bagi kapal-kapal.
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Barus (2001), pada ekosistem lentik arus dipengaruhi oleh kekuatan angin, semakin kuat tiupan angin akan menyebabkan arus semakin kuat dan semakin dalam mempengaruhi lapisan air. Pada perairan letik umumnya kecepatan arus berkisar antara 3 m / detik. Meskipun demikian sangat sulit untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus. Karena arus di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari fluktuasi debit dan aliran air dan kondisi substrat yang ada.
Kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan, kesuburan kadar sungai. Kedalaman dan keleburan sungai, sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat sungai (Ozum, 1993 dalam Suliati, 2006).
2.2.3      Kecerahan
a.    Pengertian
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan dalam air dan dinyatakan dengan persen (%) dari beberapa panjang gelombang di daerah spectrum yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak lurus pada permukaan air (kerdi dan Tancung, 2007).
Kecerahan air berkisar antara 40-85 cm. tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Kecerahan air pada musim kemarau (Juli – September 2000) adalah 40-85 cm dan pada musim hujan (November dan Desember 2000) antara 60-80 cm. kecerahan air di bawah 100 cm tergolong tingkat kecerahan rendah (Akromi dan Subroto, 2002).
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Kejernihan sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut dan Lumpur. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme (Sembiring, 2008).
Menurut Effendi (2003). Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan recchi disk. Kekeruhan pada perairan yang tergenang (lentik), misalnya danau, lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel –partikel halus. Sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar yang berupa lapisan permukaan tanah yang terletak oleh aliran air pada saat hujan.
2.2.4      Kedalaman Perairan
a.    Pengertian
Kedalaman merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah teknik berbagai pesisir seperti erosi. Pertambahan stabilitas garis pantai, pelabuhan dan kontraksi, pelabuhan, evaluasi, penyimpanan pasang surut, pergerakan, pemeliharaan, rute navigasi (Roonawale et al, 2010)
Batimetti (dari bahasa Yunani. Barus, berarti kedalam dan ukuran) adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta gatimetri umumnya menampilkan relief pantai atau daratan dengan garis-garis kontor (Contor lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contous atau subath) (Aridianto, 2010)
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Menurut Ariana (2002) bathmmetri adalah ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Perubahan kondisi hidrografi di wilayah perairan laut dan pantai di samping disebabkan oleh fenomena perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut dan proses-proses yang terjadi di wilayah hulu sungai. Terbawanya berbagai material partikel dan kandungan oleh aliran sungai semakin mempercepat proses pendangkalan di perairan pantai.
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari 3 m dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari dasar jaring (Setiawan, 2010)
2.2.5      Warna perairan
a.    Pengertian
Menurut Marindro (2002). Kriteria warna air tambak yang dapat dijadikan acuan standart dalam pengelolaan kualitas air adalah seperti di bawah ini:
1.    warna air tambak hijau tua yang berarti menunjukkan adanya dominasi chloropiceae dengan sifat lebih stabil terhadap perubahan lingkungan dan cuaca karena mempunyai waktu moralitas yang relatif panjang.
2.    warna air tampak kecoklatan yang berarti menunjukkan adanya dominasi diatamoe
3.    warna air tambak hijau kecoklatan yang berarti menunjukkan dominasi yang terjadi merupakan perpaduan antara chlorocyiceae
warna air merupakan salam satu unsur dari parameter fisika terhadap standar persyaratan kualitas air (Darmayanto, 2009).
Warna air merupakan hasil refleksi kembali dari berbagai panjang gelombang cahaya sejumlah material yang berada dalam air yang tertangkap oleh mata. Material dalam air dapat berupa jumlah zat tersuspensi (TDS) (pemuji dan Anthonius, 2010).
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Warna perairan pada umumnya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negatif, sehingga penghilangan warna di perairan dilakukan dengan penambahan koagulan yang bermuatan positif. Misalnya alumunium dan besi (Sawyer dan Mclarty, 1978). Warna perairan juga dapat disebabkan oleh peledakan (Blooming) Fitoplankton (algae) (Effendi, 2003).
Warna air pada kolam dan tambak, baik sistem tradisional demi intensif maupun intensif bermacam-macam. Adanya warna air tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain hadirnya beberapa jenis plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, larutan tersuspensi, dekomposisi bahan organik, mineral ataupun bahan-bahan lain yang terlarut dalam air (Kordi,  2009).
2.2.6      Substrat
a.    Pengertian
Menurut Flamid (2010), bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari, bahan lain hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup.
Menurut Djum 1971 dalam Sahri et al. 2000. substrat dasar yang berupa batuan merupakan habitat yang penting baik dibandingkan dengan substrat pasir dan kerikil. Substrat pasir dan kerikil mudah sekali terbawa oleh arus air. Sedangkan substrat batuan tidak mudah terbawa oleh arus air.
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Kandungan bahan organik menggambarkan tipe dan substrat dan kandungan nutrisi di dalam perairan. Tipe substrat berbeda-beda seperti pasir Lumpur dan tanah liat (Sembiring, 2008)
Menurut Suliati (2006), kecerahan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan. Kekasanan kadar sungai. Kedalaman dan kelebaran sungai sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat dasar sungai pada umumnya, tipe substrat dalam sungai dapat berupa Lumpur, pasir, kerikil dan sampah.
2.3   Parameter Kimia
2.3.1      pH
a.    Pengertian
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah H. pH (singkatan dari pulscane negatif te H), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam satu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktifitas ion hydrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam nol per lter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH = - log (H+) (kordi dan Tancung, 2007).
Suatu ukuran yang menunjukkan apakah air bersifat asam atau dasar dikenal sebagai pH. Lebih tepatnya pH menunjukkan konsentrasi ion hydrogen dalam air dan didefinisikan sebagai logaritma asam bila pH dibawah 7 dan dasar ketika pH di atas 7. sebagian besar nilai pH ditemui jatuh antara 0 sampai 14. pH yang baik dalam budidaya adalah 6,5-9,0 (Mutris, 1992).
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Peningkatan keasaman air (pH rendah) umumnya disebabkan limbah yang mengandung asam-asam mineral bebas dan asam karbonat. Keasaman tinggi (pH rendah) juga dapat disebabkan adanya FeS2  dalam air akan membentuk H2SO4 dan ion Fe2+ (larut dalam air ) (manik, 2003).
Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif stabil dan berada dalam kisaran yang sempit. Biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4 pH dipengaruhi olah kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982, Nybakkan, 1992 dalam Irawan et al, 2009)
2.3.2      DO
a.    Pengertian
Oksigen terlarut (Dssolved Oxigen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi dan anorganik dalam proses aerobic (Salmin, 2005)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme (Suin, 2002 dalam Semburing, 2008)
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa dan udara, seperti kekeruhan, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara, seperti arus, gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005)
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dari udara yang masuk ke dalam air. Konsentrasi DO dalam air tergantung pada suhu dan tekanan udara. Pada suhu 200C tekanan udara satu atmosfer konsentrasi DO dalam keadaan jenuh 9,2 ppm dan pada suhu 500 C (tekanan udara sama) konsentrasi DO adalah 5,6 ppm (Manik, 2000)
2.3.3      CO2
a.    Pengertian
Menurut Kordi dan Tancung (2007), karbondioksida (CO2) atau disebut asam arang sangat mudah larut dalam suatu larutan. Pada umumnya perairan alami mengandung karbondioksida sebesar 2 mg/ L. karbondioksida (CO2) merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air renik maupun tingkat tinggi untuk melakukan fotosintesis.
Istilah karbondioksida bebas (free CO2) digunakan untuk menjelaskan CO2 yang terlarut dalam air, selain yang berada dalam bentuk terikat sebagai ion bikarbonat (HCO3) dan ion karbonat (CO3-2) CO2 bebas menggambarkan keberadaan gas CO2 di perairan yang membentuk kesetimbangan dengan CO2 di atmosfer. Nilai CO2 yang terukur biasanya berupa CO2 bebas (Effendi, 2003).
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Adanya arus dan angin diduga menyebabkan bergeraknya massa CO2 terlarut ini. Selain faktor cuaca seperti kecepatan angin, arah angin dan curah hujan, salinitas dan pH juga mempengaruhi konsentrasi karbondioksida terlarut (CO2 latur) bakker et al 1996 dalam Sukatno dan Bayu. 2010).
Menurut Alffandi (2009), karbondioksida yang terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber yaitu sebagai berikut:
1.    Difusi dari atmosfer, karbondiosida yang terdapat di atmosfer
2.    air hujan
3.    air yang melewati tanah organik, karbondioksida hasil dekomposisi ini akan terlarut dalam air
4.    respirasi tumbuhan, hewan dan bakteri aerob maupun anaerob respirasi tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida
2.3.4      Alkalinitas
a.    Pengertian
Alkalinitas atau yang lebih dikenal total alkalinitas adalah konsentrasi total dari unsur basa-basa yang terkandung dalam air dan biasa dinyatakan dalam mg/ L atau setara dengan kalsium karbonat (CaCO2) dalam air, basa-basa yang terkandung biasanya dalam bentuk ion karbonat dan bikarbonat (Kordi dan Tancung, 2007)
Alkalinitas adalah jumlah asam (ion hidrogen) air yang dapat menyebar (buffer) sebelum mencapai pH yang diinginkan. Total alkalinitas diungkapkan sebagai milligram per liter atau bagian per juta kalsium karbonat (mg/l atau ppm CaCO3-alkalinitas total 20 mg/ l atau lebih banyak diperlukan untuk tambak yang berproduksi baik).
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Kordi (2009), konsentrisi total alkalinitas sangat erat hubungannya dengan konsentrasi total kesadahan air. di lahan umumnya total alkalinitas mempunyai konsentrasi yang sama dengan total kesadahan air. Hal ini disebabkan kesadahan atau yang disebut juga dengan konsentrasi ion-ion logam bervalensi 2. seperti Ca2+ dan Mg2+ dipasok dalam jumlah yang sama dari lapisan tanah dengan HCO3- dan CO32- yang merupakan unsur pembentuk total alkalinitas
Di larutan alkalinitas total akan berubah karena adanya perubahan salinitas sebagai akibat adanya konsentrasu ion na+ dan ion Cl- lainnya (Frisetal, 2003). Selain itu yang dapat mempengaruhi perubahan alkalinitas kalsium karbonat atau adanya produksi partikel senyawa organik oleh mikroalga (Wolf-Gladwow. 2007 dalam Sulino dan Bayu, 2007)
2.3.5      TOM
a.    Pengertian
Menurut Effendi (2007), Kalium perman ganat (KMnO4) telah lama dipakai sebagai oksidator pada penentuan konsumsi oksigen untuk mengoksidasi bahan organik yang terkenal sebagai parameter nilai permanganate atau sering disebut sebagai kandungan bahan organik total atau TOM (Total Organic Matter). Akan tetapi, kemampuan oksidasi oleh permanganat sangat bervariasi, tergantung pada senyawa-senyawa yang terkandung dalam air.
Menurut Mulya (2002) bahan organik dibagi atas dua bagian yaitu:
·         Bahan organik terlarut yang berukuran < 0,5 cm
·         Bahan organik yang tidak terlarut yang berukuran > 0,5 cm
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Koesbrono (1985) dalam Syaifudin (2004), terdapat empat macam sumber penghasil bahan organik terlarut dalam air laut yaitu (1) berasal dari daratan, (2) proses pembusukan organisme yang telah mati (3) perubahan matabolik-metabolik ekstra seluler oleh algae, larutan sitoplankton dan (4) eksresi zooplankton.
Hampir seluruh organik karbon terlarut di dalam air laut berasal dari karbondioksida yang dihasilkan oleh fitoplankton. Konsentrasinya tergantung pada keseimbangan antara rata-rata organik karbon terlarut yang dibentuk oleh hasil pembusukan eksresi dan rata-rata hasil penguraian atau pemanfaatannya (Mulya, 2002)
2.3.6      Orthopospat
a.    Pengertian
Orthopospat merupakan bentuk yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuh akuatik. Sedangkan polipospat harus mengalami hidrolisis membentuk orthopospat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfir. Setelah masuk ke dalam tumbuhan. Misalnya fitoplankton fosfat organik mengalami perubahan menjadi organofosfat (Effendi, 2003)
Ortofosfat merupakan nutrisi yang paling penting dalam menentukan produktivitas perairan. Keberadaan fosfat di perairan  dengan segera dapat diserap oleh bakteri. Phytoplankton dan makrofita (Sembering, 2008)
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
Input utama fosfat ke danau berasal dari aliran sungai dan pengendapan. Air hujan juga merupakan sumber fosfat namun hanya sedikit mengandung fosfat dari pada hydrogen. Sebagian besar fosfor terbang ke danau yang tidak berpolusi sebagai partikel organik dan anorganik. Hampir setengah dari fosfor yang terkandung dalam limbah rumah tangga berasal dari detergen (Golaman and Horne, 1983 dalam Apridayanti, 2008).
Menurut Fansuri (2009), distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dari fisik. Di permukaan air, forfat diangkat oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis, konsentrasi fosfat diatas 0,3 mm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan  pada banyak spesifik fitoplankton.
2.3.7      Nitrat Nitrogen
a.    Pengertian
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nitrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung aerob (Effendi, 2003).
Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam, seperti dalam tanaman dan air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion hitrat (ion NO3) ketiga bentuk senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap ternak meskipun pada konsentrasi yang berbeda (Stohenow dan Lardy, 1998, Cassel dan Boran 2000 dalam yuningsih, 2003).
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
Dalam kondisi dimana konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dara terjadi proses kebaikan dari nitrifikasi yaitu proses denitrifikasi dimana nitrat melalui nitrit akan menghasilkan nitrogen bebas yang akhirnya akan lepas ke udara atau dapat juga kembali membentuk ammonium / amoniak melalui proses fikasi altrat (Barus, 2001).
Ammonia berada dalam air karena pemupukan kotoran biota budidaya dan hasil kegiatan jasad renik did alam pembusukan bahan organik yang kaya akan nitrogen (protein). Senyawa asam ini dapat digunakan oleh fitoplankton dan tumbuhan air setelah diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh bakteri dalam proses nitrifikasi (Kordi, 2009).
2.3.8      BOD
a.    Pengertian
Menurut Effendi (2003), secara tidak langsung BOD merupakan gambar kadar garam organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis and Cornwell, 1991). Dengan kata lain, BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diinkubasi pada suhu sekitar 200C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1988).
BOD atau blochemical oxygen demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oxygen yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurangi atau mendekomposisi Bahan organik dalam kondisi aerobic (Umaly dan Lurin 1988, Metcalf and Ebby 1991 dalam Hariyadi, 2004)
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar mencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/ sampel tersebut yang harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu. Hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama permiksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen salam air terbatas dan hanya berkisar -9 ppm pada suhu 200C (Salmin. 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya mirkoorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (barus, 1990 dalam Sembiring, 2008).
2.4   Proses Nitrifikasi
Menurut Yuningsih (2007). Proses nitrifikasi sebagai berikut: dalam tubuh ternak
Monium dan amoniak yang merupakan produk penguraian protein yang sudah dibahas sebelumnya masuk ke dalam bawah sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan adanya aktifitas mikroorganisme di dalam air. Mikroorganisme tersebut akan mengoksidasi ammonium menjadi nutrot dan akhirnya menjadi nitrat. Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi (Borneft, 1982. Schewoebel 1987 dan 194 Huter 1990 dalam Barus, 2010)
2.5   Pembagian Perairan Menurut kesuburan perairan
Pengertian profiktropi mangan kepada kandungan zat hara yang terdapat dalam suatu ekosistem danau nilai  produktifitas suatu produktivitas suatu danau yang bersifat eligotropik (miskin zat hara) akan mempunyai nilai produktivitas rendah. Peningkatan akumulai zat hara dalam danau dapat mengubah kondisi algotropik menjadi kondisi entrofik dan itu juga berarti terjadi peningkatan produktifitas (Barus, 2001)
Menurut Effendi (2003), berdasarkan tingkat keduburannya (Tropik status) perairan tergenang khususnya danau dapat diklasifikasikan menjadi lima sebagai berikut:
a)    Oligotropik (miskin unsur hara dan produktifitas rendah) yaitu perairan dengan produktifitas primer dan biomasa yang rendah, perairan ini memiliki kadar unsur hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung jenuh dengan oksigen
b)    Mesotropik (unsur hara dan produktifitas sedang) yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biomasa sedang perairan ini merupakan perairan antara akgotropik dan entropik.
c)    Eutropik (Kaya unsur hara dan tingkat produktifitas tinggi) yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan tingkat produktifitas primer tinggi
d)    Hiper eutropik yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktifitas primer sangat tinggi
e)    Distropik yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik (misalnya asam humus dan fulfic)

3.    METODE KERJA
 

3.1   Alat dan Bahan (Untuk tiap Parameter)
3.1.1      Alat dan Fungsi
Parameter Fisika
a.    Suhu
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran suhu adalah:
v  Thermometer Hg : digunakan untuk mengukur suhu pada parairan.
v  Tali raffia: sebagai tali untuk pegangan termometer
b.    Kecepatan arus
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran kecepatan arus adalah
v  Botol air mineral 600 ml: digunakan untuk mengukur kecepatan arus
v  Stopwatch : digunakan untuk mengukur waktu
v  Tali raffia : untuk menghubungkan botol mineral
c.    Kecerahan
Alat yang digunakan dalam pengukuran kecerahan adalah:
v  Secehi disk: digunakan untuk mengukur kecerahan dalam perairan
v  Tali : sebagai tali untuk pegangan secchi disk
d.    Kedalaman air
Alat yang digunakan dalam pengukuran kedalam air adalah
v  Tongkat skala 2-5 meter: digunakan Untuk mengukur kedalam perairan
v  meteran
e.    Warna perairan
Alat yang digunakan saat pengukuran warna perairan adalah
- panca indera (mata) ; digunakan untuk melihat warna perairan secara visual
f.     Substrat
v  Panca indera (tangan) : digunakan untuk mengambil tanah / substrat pada perairan.
Parameter Kimia
a.    pH
alat-alat yang digunakan dalam pengukuran pH adalah:
v  kotak pH standar : digunakan untuk mencocokkan nilai pH yang tertera pada pH paper
b.    DO (Oksigen terlarut)
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran DO adalah
v  Botol DO         : digunakan untuk mengambil sampel air di perairan
v  Buret               : digunakan sebagai alat untuk titrasi
v  Statik               : digunakan untuk menyangga buret
v  Pipet tetes       : digunakan untuk mengambil larutan dalam skala kecil
v  Botol larutan : Sebagai wadah sampel air
v  Klem : Sebagai alat untuk merapatkan buret
c.    Karbondioksida
Alat-alat yang digunakan untuk mengukur karbondioksida diantaranya adalah:
v Botol air mineral 600 ml  : digunakan untuk mengambil sampel air di perairan
v  Erlenmeyer                     : Digunakan untuk wadah sementara saat     dilakukan titrasi
v  Buret                             : digunakan sebagai alat untuk titrasi
v  Statif                              : digunakan untuk menyangga buret
v Gelas ukur (50 ml)        :digunakan untuk mengukur larutan sampel
v  Pipet tetas                     : Untuk mengambil larutan dalam skala kecil
v  Botol larutan                  : Sebagai wadah sampel air
d.    Alkalinitas
Alat-alat yang digunakan dalam mengukur alkalinitas diantaranya adalah:
v  Pipet tetes                 :   digunakan untuk mengambil/ menambahkan larutan MO
v  Erlenmeyer 250 ml   :   digunakan untuk wadah air sampel/ tempat untuk mencampurkan larutan
v  pH paper                   :   digunakan untuk mengukur kadar keasaman
v  buret                          :   digunakan sebagai alat untuk titrasi
v  Statif                          :   digunakan untuk menyangga buret
e.    TOM / Total Bahan Organik
v  Pipet tetes                 :   digunakan untuk mengambil larutan dalam skala kecil
v  Erlenmeyer 250 ml   :   digunakan sebagai wadah air sampel dan untuk mereaksikan larutan
v  Gelas ukur 50 ml      :   digunakan untuk mengukur volume larutan air sampel
v  Buret                         :   Digunakan untuk wadah dan alat sebagai titrasi
v  Statif                          :   digunakan untuk menyangga buret
v  Hotplate                     :   digunakan wadah untuk pemanasan larutan
v  Thermometer            :   Digunakan untuk mengukur suhu
f.     Orthofosfat
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran orthofosfat adalah
v  Peaker glass             :   sebagai wadah sampel yang akan diuji
v  Pipet tetes                 :   untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
v  Spektofotometer       :   untuk menghitung panjang gelombang dan untuk mengukur kandungan suatu larutan
v  Gelas ukur                :   digunakan untuk mengukur volume air sampel yang digunakan
v  Tabung nessler         :   Digunakan sebagai tempat larutan dan aquadesi yang akan dicari panjang gelombangnya
v  Erlenmeyer               :   digunakan sebagai wadah sampel
g.    Nitrat Nitrogen
v  Cuvet                        : sebagai tempat air sampel pada saat dihitung panjang gelombangnya
v  Hot plate                    :   alat yang digunakan untuk memanaskan air sampel
v  Spatula                      : alat yang digunakan untuk mengaduk larutan
v  Beaker glass             :   sebagai tempat sampel yang akan diuji
v  Gelas ukur                :   digunakan untuk mengukur volume  sampel yang akan diuji
v  Spektofotometer       :   alat yang digunakan untuk menghitung panjang gelombang
v  Pipet tetes                 :   untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
v  Botol aquades           :   digunakan untuk wadah aquades
v  Cawan porselen        :   digunakan sebagai wadah sampel yang akan diuji.
h.    BOD (Biochemical oxygen demand)
v  Buret                         :   sebagai wadah titrasi
v  Statif                          :   digunakan untuk menyangga buret
v  Botol DO                   :   digunakan sebagai wadah air sampel
v  Pipet tetes                 :   digunakan untuk mengambil larutan dalam jumlah yang sedikit
v  Corong                      :   digunakan untuk mem larutan titrat ke dalam buret
i.      Amonia
v  Beaker glass             :   sebagai tempat sampel yang akan diuji
v  Pipet tetes                 :   untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
v  Cuvet/ tabung nescler: sebagai tempat larutan dan aquades yang akan dicari panjang gelombangnya
v  Spektofotometer       :   digunakan untuk alat mengukur panjang gelombang
v  Kertas saring             :   digunakan untuk menyaring air sampel
v  Gelas ukur                :   digunakan untuk mengukur air sampel yang akan diamati
j.      Turbiditas
v  Spektofotometer       :   digunakan untuk alat mengukur panjang gelombang
v  Cuvet                        : digunakan untuk wadah sampel sat pengukuran panjang gelombang di spektofotometer
3.1.2      Bahan dan Fungsi
a.    Parameter Fisika
·         Suhu
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran suhu adalah:
-       Air sampel : sebagai bahan yang diamati suhunya
·         Kecepatan arus
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran kecepatan arus adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang diamati kecepatan arusnya
·         Kecerahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran kecerahan adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang akan diukur kecerahannya
·         Kedalaman
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran kedalamannya adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang akan diukur kedalamannya
·         Warna perairan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengamatan warna perairan  adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang akan diamati warna perairannya
·         Substrat
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengamatan substrat adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang akan diamati substratnya
b.    Parameter Kimia
·         pH
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran pH adalah:
-       pH paper         :   sebagai bahan untuk mengukur nilai pH suatu perairan
-       air sampel       :   Sebagai bahan yang diukur pHnya
·         DO
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran Do adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang akan diamati Do nya
-       Larutan NaOH + KI 2 ml   : sebagai bahan untuk membentuk endapan coklat dan mengikat I2
-       Larutan Amylum pekat 3-4 tetes  : untuk indikator basa dan indikator warna ungu
-       Larutan H2 SO4 2 ml : sebagai indikator asam dan pelarut endapan coklat
-       Larutan Na2S2O3 0,025 N : sebagai larutan titrat dan melepasI2
·         CO2
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran CO2 adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang akan diamati CO2ya
-       Na2CO3           :   sebagai larutan titran untuk mengetahui kadar CO2 dalam air sampel.
·         Alkalinitas
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran alkalinitas adalah:
-       Air sampel       :   sebagai objek pengamatan
-       Indikator PP    :   sebagai indikator warna pink
-       MO                  :   sebagai indikator warna oranye
-       HCl                  :   sebagai pengkondisian basa dan sebagai larutan titran
·         TOM
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran TOM adalah :
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang diamati TOMnya
-       KMNO4 (9,5 ml) 0,01 M :             sebagai ondidator
-       H2SO4 (1:4) 10 ml : sebagai pengkondisian suasana asam dan mempercepat reaksi
·         Orthrofosfat
Bahan-bahan yang digunakan dalam ortofosfat adalah
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang diamati ortofosfatnya
-       SnCl­2                   :   sebagai pengkondisian suasa basa
-       Amonium molybdate : sebagai pengikat fosfat
·         Nitrat Nitrogen
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran nitrat nitrogen adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang diamati
-       Asam fenoldisulfonik : sebagai bahan pelarut kerak
-       Aquades          :   sebagai bahan  pengenceran
-       NH4OH           :   sebagai indikator warna
·         BOD
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran BOD adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang diamati
-       MnSO4            :   untuk mengikat oksigen dalam air
-       NaOH +KI       :   sebagai pembentukan endapan coklat dan mengikat I2
-       H2SO4             :   sebagai pengkondisian basa dan melarutkan endapan
-       Amylum          :   sebagai indikator basa dan indikator warna hijau
-       Na2S2O3         :   sebagai bahan larutan titran dan melepas I2
-       Koran              :   Untuk membungkus botol DO
-       Plastik             :   untuk membungkus botol DO
·         Amonia
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran ammonia adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang akan diukur ammonia
-       Nessler            :   untuk mengikat kandungan amoniak
-       Aquades          :   sebagai kalibrasi agar tidak terkontaminasi dengan larutan sebelumnya dan untuk mengencerkan larutan
-       Tissue              :   sebagai bahan untuk membersihkan cuvet
-       Kertas saring   :   sebagai penyaring kotoran pada air sampel
·         Turbiditas
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengukuran turbiditas adalah:
-       Air sampel       :   sebagai bahan yang akan diamati turbiditasnya
-       Larutan standar : sebagai pembanding
-       Tissue              :   sebagai bahan untuk membersihkan alat
3.2   Skema Kerja
3.3.1      Parameter Fisika
1)    Suhu
Pada pengukuran suhu, digunakan thermometer untuk mengukur suhu suatu perairan. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan cara memasukkan thermometer ke dalam perairan ± 40 cm. kemudian ditunggu sampai air raksa dalam thermometer berhenti pada skala tertentu. Diusahakan dalam pengukuran dilakukan dengan membelakangi matahari dan thermometer tidak bersentuhan langsung dengan tangan pengukur. Hal ini dilakukan agar suhu tangan / matahari tidak mempengaruhi hasil dari pengukuran. Setelah itu dibaca nilai suhu pada skala thermometer. Saat thermometer masih berada di dalam air
2)    Kecepatan arus
Pada pengukuran kecepatan arus, alat yang digunakan adalah dua buah botol air mineral ukuran 600 ml. tali rafia, stopwatch. Hal pertama yang dilakukan adalah tali raffia dihubungkan dengan botol air mineral. Botol pertama diisi air sebagai pemberat dan botol kedua dibiarkan kosong sebagai pelampung. Kemudian botol dimasukkan kedalam perairan dan dihanyutkan mengikuti aliran air hingga tali raffia meregang dicatat waktu yang ditempuh dengan menggunakan stopwatch. Waktu dihitung dari mulai mencelupkan botol hingga tali meregang merupakan waktu tempat arus. Kecepatan arus dapat diketahui dengan cara membagi jarak (panjang tali) dengan waktu (selang waktu yang dibutuhkan hingga tali meregang). Kemudian langkah berikutnya adalah menghitung kecepatan arus dengan rumus v = s/T dan dicatat hasilnya dengan satuan m/s
3)    Kecerahan
Pada pengukuran kecerahan digunakan alat secchidisk yang berfungsi sebagai pengukur kecerahan suatu perairan. Langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan secchi disk  ke dalam perairan hingga bats tak tampak pertama kali dan ditandai sebagai D1. kemudian secchi disk diangkat dari perairan, hingga batas tampak pertama kali dan ditandai sebagai D2. setelah itu, dihitung menggunakan rumus D =  dan dicatat hasilnya dengan satuan cm.
4)    Kedalaman air
Pada pengukuran kedalaman air, digunakan alat berupa tingkat skala yang berfungsi sebagai pengukur kedalaman air. Langkah pertama yang dilakukan  adalah memasukkan tingkat skala kedalam perairan secara perlahan, kemudian dicatat kedalaman perairan hingga batas permukaan perairan
5)    Warna perairan
Pada pengamatan warna perairan. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengamati warna perairan. Selanjutnya dicatat hasil pengamatan sebagai data hasil pengamatan
6)    Substrat
Pada pengamatan substrat perairan/ langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil tanah dari dasar perairan, setelah itu diamati substrat dari tanah perairan tersebut dan ditentukan jenis substrat pada perairan tersebut.
3.3.2      Parameter Kimia
1)    pH
pada pengukuran pH perairan, digunakan pH paper dan kotak standar pH. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memasukkan pH paper ke dalam perairan dan ditunggu selama kurang lebih 2-3 menit kemudian pH paper diangkat dan dikibas-kibaskan hingga setengah kering. Setelah itu, dikocokkan perubahan warna yang terjadi pada pH paper dan dicocokkan dengan kotak pH standart
2)    DO
3)    (Oksigen terlarut)
Pada pengukuran DO perairan, digunakan botol DO, pipet tetes, buret, statif. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengukur dan mencata botol DO yang digunakan kemudian dimasukkan ke dalam perairan yang akan diukur oksigen terlarutnya. Selanjutnya diambil sampel di dalam perairan dengan posisi miring dan diusahakan tidak ada gelombang udara yang masuk ke dalam botol. Selanjutnya ditutup botol DO dan dibolah balik botol DO untuk memastikan ada atau tidaknya gelembung kemudian dibuka botol DO dan ditetesi dengan 2 ml MnSO4 yang berfungsi untuk mengikan O2 di dalam air. Setelah itu ditetesi 2 ml NaOH + KI untuk membentuk endapan coklat. Kemudian langkah selanjutnya adalah membolak-balik botol DO dan ditunggu kira-kira 30 menit sampai berbentuk endapan coklat. Setelah itu, dibuang air yang bening di atas endapan diasuksikan air yang bening tersebut sudah mengikat oksigen, selanjutnya endapan yang tersisia ditetesi dengan 2 ml H2SO4 untuk pengkondisian asal, dan dihomogenkan kemudian ditetesi 2-3 tetes amilum untuk pengkondisiasn basa dan sebagai indikator warna ungu. Kemudian dititrasi dengan menggunakan Na-thiosulfat sampai berwarna bening pertama kali dan dicatat ml titrannya. Selanjutnya dicari nilai DO nya dengan rumus
4)    Karbondiokida
Pada pengukuran CO2. langkah pertama adalah menyiapkan alat dan bahan. Kemudian langkah berikutnya adalah mengambil 25 ml air sampel dan memasukkannya ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan 1-2 tetes indikator PP yang berfungsi sebagai indikator warna ungu/ pink. Apabila warna sampel berubah menjadi pink berarti sampel air tersebut tidak mengandung CO2 dan tidak perlu dititrasi. Sedangkan apabila sampel air tersebut berwarna pink perlu dititrasi dengan 0,0454 N Na2CO3 sampai warna pink pertama kali dan dicatat ml titran dan dihitung dengan rumus
CO2 =
5)    Alkalinitas
Pada pengukuran alkalinitas. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Kemudian diambil sampel sebanyak 50 ml air sampel dan dimasukkan pH paper apabila pH > 10 maka mengandung OH-, jika pH <7 maka mengandung HCO3  dan jika  pH 8,5-10 maka ada CO32-. Selanjutnya bila H > 8,5 maka ditambahkan indikator PP 2-3 tetes yang berfungsi sebagai indikator warna ungu/ pink. Dan ditambahkan 3 tetes MO yang berfungsi sebagai indikator warna. Kemudian, ditritrasi dengan HCl 0,02 N yang berfungsi sebagai larutan titran sampai berubah warna menjadi merah pertama kali dan dicatat sebagai ml titran dan  jika pH <8,3, ditambahkan indikator Mo sampau berubah warna, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai berubah warna pertama kali dan dicatat sebagai ml titran. Selanjutnya dihitung alkalinitas. Untuk alkalinitas total =  dan untuk alkalinitas PP =
6)    TOM (Total bahan Organik)
Pada pengukuran TOM. langkah awal yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Kemudian diambil air sampel sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 9,5 ml MKnO4 dari buret yang berfungsi untuk titrasi dan sebagai oksidasi. Setelah itu ditambahkan 10 ml H2SO4 (1: 4) yang berfungsi untuk mempercepat reaksi dan pengkondisian asam. Selanjutnya, dipanaskan di atas hot plate sampai suhu 70-800 C. setelah suhu yang diinginkan tercapai selanjutnya erlenmeyer diangkat dan didinginkan sampai pada suhu 60-700 C hingga berwarna merah jambu/pink. Kemudian dicatat ml titran sebagai x ml. untuk bahan kedua, bahan yang digunakan adalah aquades, penggunaan aquades digunakan untuk membandingkan kecepatan reaksi antara air sampel dengan aquades. Setelah menyiapkan aquades, langkah berikutnya dimasukkan ke dalam erlenmeyer, setelah itu ditambahkan 9,5 ml KMnO4 dari buret ditambahkan 10 ml H2SO4 (1:4) selanjutnya dipanaskan di atas hot plate sampai suhu 70-800C kemudian diangkat. Lalu ditambah Na-Oxalat 1 ml 0,01 N perlahan sampai tak berwarna. Sebelum ditambah na-Oxalat , air sampel didinginkan dulu sampai suhu 60-70 C setelah ditambah na-Oxalat kemudian dititrasi dengan KMnO4 hingga berwarna merah jambu/ pink. Kemudian dicatat ml sebagai y ml kemudian dihitung dengan rumus TOM =
7)    Orthofosfat
Pada pengukuran orthofosfat. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil 50 ml air sampel. Kemudian ditambahkan 2 ml ammonium molydate. Asam sulfat yang berfungsi untuk mengikat fosfat dan untuk melarutkan kerak. Kemudian dihomogenkan sampai larutan bercampur. Lalu ditambahkan 5 tetes larutan SnCl2 sebagai indikator suasana basa dan warna biru. Setelah itu dihomogenkan, warna biru akan timbul (10-12) sesuai dengan kadar fosfatnya. Setelah itu air sampel dituangkan sebanyak 50 ml ke dalam air sampel. Lalu ditambahkan 2 ml ammonium molydate yang berfungsi untuk mengikat fosfat. Setelah itu dihomogenkan dan ditambahkan 5 tetes SnCl2 sebagai indikator warna biru dan dihomogenkan. Selanjutnya diukur kandungan fosfat perairan dengan menggunakan spektofotometer dengan tujuan untuk menghitung suatu kandungan sampel pada perairan dengan menggunakan panjang gelombang tertentu.
Pada penggunaan spektofotometer. Langkah pertama yang dilakukan dalam mengkalbrasi cuvet dengan akuades. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kotoran yang masih tersisa do dalam cuvet, selanjutnya cuvet di lap menggunakan tissue agar tidak ada bekas sidik jari tangan yang menempel karena dapat mempengaruhi hasil. Kemudian cuvet dimasukkan ke dalam spektofotometer dan disambungkan dengan aliran listrik, selanjutnya tekan “method”, kemudian ditekan 480 untuk orthrofosfat dan ditekan enter. Selanjutnya disamakan panjang gelombang dengan cara memutar putaran yang ada disisi spektofotometer. Kemudian dikalibrasi lagi cavet dengan cara  mengisi cuvet dengan aquades, lalu ditekan zero dan dibuang aquades dalam cuvet kemudian diganti isi cuvet dengan orthofosfat. Dan dimasukkan cuvet dalam spektofotometer lalu ditekan enter setelah itu dilihat angka yang muncul pada spektofotometer dan dicatat hasilnya.
8)    Nitrat Nitrogen
Pada pengukuran nitrat nitrogen. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Selanjutnya disiapkan larutan standar pembanding. Setelah itu 10 ml air sampel disaring dan dituang ke dalam beaker glass, kemudian diuapkan untuk mengetahui kandungan nitrat nitrogen di atas pemanas air sampai kering dan membentuk  kerak. Setelah itu didinginkan dan ditambahkan 0,2 ml asam fenol disulfonik yang berfungsi untuk melarutkan kerja dan diaduk dengan pengaduk gelas. Setelah itu siencerkan dengan 1 ml aquades dan ditambahkan 1 ml NH4OH yang berfungsi sebagai indikator suasana basa. Kemudian dipindahkan ke dalam tabung nesccler dan diencerkan dengan aquades sampai 9 ml. setelah itu diukur kadar nitrat nitrogen menggunakan spektofotometer.
Pada pengukuran menggunakan spektofotometer. Hal pertama yang dilakukan adalah mengkalobrasi cuvet dengan aquades. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kotoran yang masih tersisa di dalam cuvet. Selanjutnya cuvet dilap menggunakan tissue agar tidak ada bekas sidik jari tangan yang menempel karena dapat mempengaruhi hasil. Kemudian cuvet dimasukkan dalam spektofotometer dan menyambungkan spektofotometer dengan aliran listrik dan ditekan tombol power. Selanjutnya ditunggu hingga keluar “method” kemudian ditekan 353 untuk NO- dan ditekan enter, lalu disamakan panjang gelombang dengan cara memutar bagian sisi kanan spektofotometer. Kemudian dikalibrasi lagi cuvet dan mengisi dengan aquades. Kemudian ditekan zero dan dibuang aquades yang ada dalam cuvet. kemudian diganti isi cuvet dengan nitriat nitrogen. Lalu cuvet dimasukkan ke dalam spektofotometer dan ditekan enter. Setelah itu dilihat angka yang muncul pada spektofotometer dan dicatat hasilnya.  
9)    BOD (Biochemical Oxigen Demand)
Pada pengukuran BOD, langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu air sampel diambil dengan menggunakan botol gelap dan botol terang pada wilayah perairan yang sama. Setelah itu, diukur oksigen terlarut pada botol terang saat itu juga dan dicatat sebagai DO, selanjutnya botol gelap diinkubasi pada perairan selama 1 hari pada kedalaman 1 meter dari permukaan air lalu diukur DO pada botol gelap dan dicatat sebagai DO2 kemudian dihitung dengan rumus BOD (ppm) (DO1-DO­2)
Pada pengukuran DO, digunakan botol DO, buret statif langkah pertama yang dilakukan dalam mengukur dan mencatat vol botol DO  yang akan digunakan, kemudian memasukkan botol DO ke dalam perairan yang akan diukur kandungan bahan organik terlarutnya dengan posisi miring agar tidak ada gelembung udara yang masuk , setelah itu botol DO dan dibolak-balik untuk mengetahui terjadi gelembung  atau tidak. Setelah itu, dibuka botol DO, kemudian ditetesi dengan 2 ml MnSO4 yang digunakan untuk mengikat O2, selanjutnya ditetesi dengan 2 ml NaOH +KI yang berfungsi untuk membentuk endapan coklat. Lalu dibolak-balik dan ditunggu hingga kira-kira 30 menit sampai terbentuk endapan coklat. Kemudian dibuang air yang bening di atas endapan, dan endapan yang tersisa diberi 2 ml H2SO­4  yang digunakan untuk pengkondisian asam. Dan ditambah 3-4 tetes amilum yang digunakan untuk pengkondisian basa dan indikator warna ungu, kemudian dititrasi dengan 0,025 N a-Thiosulfat sampai air jernih tidak berwarna untuk pertama kali. Na-thiosulfat berfungsi sebagai larutan titran dan untuk membentuk larutan menjadi bening. Selanjutnya dicatat ml na-thiosulfat yang terpakai dan dihitung dengan rumus
10) Amonia
Pada pengukuran ammonia, langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Berikutnya mengambil 25 ml sampel apabila kondisi air sampel keruh, sebaiknya disaring terlebih dahulu agar kotoran tidak ikut masuk. Selanjutnya air sampel dimasukkan ked alam beaker glass dan ditambahkan 1 ml neecler yang berfungsi untuk mengikat ammonia. Setelah itu dihomogenkan dan diendapkan lalu diambil larutan yang bening dan dimasukkan dalam beaker glass setelah itu diukur kadar ammonia menggunakan spektofotometer.
Pada penggunaan spektofotometer, langkah pertama yang dilakukan adalah mengkalibrasi cuvet dengan aquades. Hal ini dlilakukan untuk mencegah adanya kotoran yang masih tersisa di dalam cuvet. Selanjutnya cuvet dilap menggunakan tissue agar tidak ada bekas sidik jari tangan yang menempel karena dapat mempengaruhi hasil. Selanjutnya dimasukkan cuvet  ke dalam spektofotometer, kemudian disambungkan pada aliran listrik dan ditekan tombol power ditunggu hingga keluar “method”, kemudian ditekan 380 untuk ammonia dan ditekan enter. Selanjutnya disamakan panjang gelombang dengan cara memutar putaran disisi kanan spektofotometer. Selanjutnya dikalobrasi lagi cuvet dengan mengisinya menggunakan aquades. Kemudian ditekan zero dan dibuang akuades dalam cuvet lalu diganti isi cuvet dengan ammonia dan dimasukkan cuvet dalam spektofotometer lalu ditekan enter setelah itu dilihat angka yang muncul pada spektofotometer dan dicatat hasilnya.
11) Turbiditas
Pada pengukuran turbiditas, langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan air sampel. Langkah berikutnya adalah mengkalibrasi cuvet dengan aquades agar tidak ada kotoran yang masih tersisa di dalam cuvet. Selanjutnya, cuvet dilap menggunakan tissue agar tidak ada bekas sidik jari tangan yang menempel karena dapat mempengaruhi hasil. Kemudian cuvet dimasukkan ke dalam spektofotometer. Selanjutnya dihubungkan cuvet dengan aliran listrik dan ditekan tombol power dan ditunggu hingga keluar tulisan “method” kemudian ditekan untuk turbiditas dan ditekan enter. Selanjutnya disamakan panjang gelombang dengan cara memutar bagian sisi kanan spektofotometer dan ditekan enter. Kemudian dikalibrasi lagi cuvet dengan dibuang aquades dalam cuvet, lalu diganti isi cuvet dengan air sampel dan dimasukkan cuvet ke dalam spektofotometer lalu ditekan enter. Setelah itu dilihat angka yang muncul pada spektofotometer dan dicatat hasilnya

4.    PEMBAHASAN
 

4.1   Data Hasil Praktikum dan Perhitungan
Panometer Fisika
Kelompok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Suhu
370C
290c
300C
300C
290C
290C
310C
300C
290C
310C
Kecepatan arus
0,024 m/s
0,02 m/s
0,02 m/s
0,025 m/s
0,0085 m/s
0,00278 m/s
0,000625 m/s
0,097 m/s
0,0085 m/s
0,03 m/s
Kecerahan
58 cm
51 cm
41 cm
79,5 cm
129 cm
76,5 cm
82,5 cm
74 cm
42,5 cm
67 cm
Kedalaman air
93 cm
100 cm
80 cm
102 cm
145 cm
148 cm
175 cm
171 cm
133,5 cm
100 cm
Warna perairan
Kehijauan
Coklat kehijauan
Coklat kehijauan
Hijau
Hijau
Hijau kekuningan
Coklat
Hijau kekuningan
Hijau kecoklatan
kehijauan
Substrat
Liat bepasir
Liat berpasir
Paris berbatu
Liat berpasir
Pasir berlempung
Liat berbatu
Lumpur
Lumpur berbatu
Lempung berpasir
Lumpura berbatu
Panometer Fisika
Kelompok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
pH
8
8
7
8
7
7,5
8
8
8
8
DO (Mg/l)
9,27
8,69
29,67
16.423
12,586
13,65
13,3
14,308
20,89
10,975
Karbohidrat (CO2)
Tidak ada CO2 bebas
Tidak ada CO2 bebas
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
TOM
2,7176
0,5056
1,453
2,53
2,528
2,022
2,528
0,2528
1,45
Orthofosfat
0,021
0,14
0,028
0,002
0,003
0,025
0,002
0,001
0,014
0,001
Nitrat nitrogen
0,01
0,01
0,02
0,02
0,02
0,03
0,01
0,02
0,010
0,01
BOD
4,51
2,1
21,3
3,659
4,68
9,035
7,72
9,43
9,1
3,686
Turbiditas (mg/l)
8
8
9
31
8
4
11
49
7
5
Amonia (mg/l)
0,32
0,26
0,22
51,6
0,11
0,78
0,24
0,015
0,14
0,28
           

4.2   Analisa Data Tiap Parameter + Literatur
4.2.1      parameter fisika
a.    Suhu
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diketahui suhu perairan pada perairan outlet waduk karangkates sebesar 290C. menurut Effendi (2003) kisaran suhu optimum yang baik untuk pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-300C. dari suhu ini, sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme misalnya algae dari filum chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu bertur-turur 300C -350C dan 20-300C. sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu yang diamati pada kelompok 2 sudah cukup optimum untuk kondisi perairan
b.    Kecepatan arus
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diketahui kecepatan arus pada perairan outlet waduk karangkates sebesar 0,02 m/s. menurut Wibowo (2005) secara umum yang dimaksud dengan kecepatan arus adalah gerakan massa air ke arah horizontal dalam skala besar arus dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya yang mempengaruhi adalah tiupan angin musim, selain itu juga faktor suhu permukaan air yang selalu berubah-ubah. Menurut Ghufron dan Kordi (2005) adanya arus air disamping dapat berfungsi memberikan timbunan sisa-sisa metabolisme ikan, juga membawa oksigen terlarut yang sangat dibutuhkan oleh metabolisme ikan, juga membawa oksigen terlarut yang sangat dibutuhkan oleh ikan. Kecepatan arus yang ideal untuk penempatan KJA adalah 20 cm – 50 cm /detik
c.    Kecerahan
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diketahui nilai kecerahan yaitu sebesar 51 cm. menurut Effendi (2003) nilai kecerahan dipengaruhi oleh keadaan cuaca waktu pengukuran kekeruhan padatan tersuspensi serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Menurut Asmawi (1986), nilai kecerahan yang baik untuk kelangsungan hidup ikan adalah lebih besar dari 45 cm (maksudnya kita masih cepat melihat ke dalam air sejauh 45 cm atau lebih karena kalau lebih kecil dari nilai tersebut, batas pandangan berkurang).
d.    Warna perairan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui warna perairan pada perairan outlet, waduk karangkates adalah warna coklat kehijauan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perairan tersebut tidak mengandung banyak plankton. Karena biasanya pada perairan yang mengandung plankton, perairan berwarna coklat keruh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marindro (2008). Plankton yang ada didalam perairan yang mengangkut jenis plankton merugikan bagi udang misalnya air tambak berwarna hijau pupus, kuning blue green algae
e.    Substrat
7)     
Dari hasil praktikum diperoleh substrat pada pengamatan di perairan outlet, waduk karangkates bahwa substrat yang terkandung dalam perairan adalah substrat liat berpasir. Hal ini dapat dilihat dari tekstur tanah substrat tersebut menurut Sunami et al (2006) di samping mengetahui kelas tekstur dapat pula diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur tanah yang lain diantaranya sifat-sifat tanah. Menurut Irianto (2005), sejumlah spesies ikan dapat bertahan sementara waktu pada kandungan partikel atau Lumpur yang tinggi. Misalnya cyprinus carpjo dan arrasius quaratus dapat bertahan seminggu atau lebih pada perairan dengan kandungan partikel lempung ontmorillonila 100.000 mg/l
a.    Kedalaman Perairan
Dari hasil pengukuran ke dalam perairan, maka didapat nilai kedalaman perairan sebesar 100 cm. Hal ini
, pengukuran dilakukan masih dalam kategori pinggir danau sehingga masih agak dangkal. Kedalaman masalah klinik berbagai pesisir seperti erosi, stabilitas yang pantai, pelabuhan dan kontribsi pelabuhan, evaluasi penyimpanan pasang suru, pengerukan, pemeliharaan air rute mengalir (Ponawala,et al.,2010).
4.2.2      Parameter Kimia
a.    pH
berdasarkan data pengamatan didapatkan nilai pH sebesar 8 yang berarti kondisi pH tersebut dalam keadaan basa. Kondisi perairan dengan keadaan yang basa adalah kondisi peraian yang baik. Menurut Andayani (2005) air murni terdiri dari 10 n H+ dan OH- dalam jumlah yang berimbang sehingga pH air murni biasa 7 dan sifat netral ini tidak membahayakan bagi organisme/ ekosistem yang ada di perairan karena pH netral baik bagi organisme.
b.    DO
Berdasarkan data pengamatan didapatkan nilai DO sebesar 8,69 mg/l. kondisi tersebut cukup optimum dalam perairan menurut Effendi (2003) Kadar DO di perairan tawar berkisar sekitar 15 mg/ l pada suhu 00C dan 8 mg/ l pada suhu 250C, sehingga dapat dikatakan perairan dalam kondisi baik
c.    CO2
Berdasarkan data pengamatan tidak didapatkan nilai CO2, kondisi tersebut sangat baik dalam perairan karena CO2 tinggi merupakan indikator kandungan amoniak di perairan menurut Effendi (2003), perairan tawar alami yang memiliki pH 7-8 biasanya mengandung ion bikarbonat < 500 mg/l dan hampir tidak berubah kurang dari 25 mg/l. kadar CO2 bebas sebesar 10 kg/l masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik. Adal disertai dengan kadar oksigen yang cukup. Sebagian besar organisme akuatik masih dapat bertahan hidup hingga kadar CO2 bebas mencapai sebesar 60 kg/l
d.    Alkalinitas
Dari hasil praktikum didapatkan nilai alkalinitas sebesar 42,8 mg/l dengan kondisi alkalinitas yang rendah, hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003), nilai alkalinitas yang baik antara 30-500 mg/l CaCO3. perairan dengan nilai alkalinitas > 40 mg/l CaCO3 disebut perairan rendah, sehingga termasuk pada perairan dengan total alkalinitas rendah.
e.    TOM
Dari hasil praktikum didapatkan nilai TOM sebesar 0,5056, nilai tersebut cukup rendah karena kadarnya masih di bawah 10 mg/l. hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003).
Orthofosfat
Dari hasil praktikum, didapatkan nilai orthofosfat sebesar 0,014. nilai ini cukup rendah di dalam perairan karena perairan kehilangan fungsi fosfor sebagai faktor pembatas pertumbuhan. Menurut Mahmudi (1988), senyawa N-Organik biasanya terdapat dalam bentuk terlarut hingga sedikit sekali di dalam perairan alami. Sehingga nutrient yang errential bagi produsen primer, fosfor lebih banyak berperan dari pada nitrogen sebagai faktor pembatas pertumbuhan. Menurut Lind (1979) dalam Subarijati (1990) dalam Arfiati (2001), Orthofosfat adalah senyawa fosfat yang berbentuk anorganik dan larut dalam air. Arthofosfat pertumbuhan yang optimal bagi phytoplankton
f.     Nitrat-Nitrogen
Dari hasil praktikum, didapatkan nilai nitrat-nitrogen sebesar 0,01. hasil ini cukup baik did alam perairan karena tidak dapat menimbulkan eutrofikasi. Menurut Effendi (2003). Kadar nitrat nitrogen pada periaran alami tidak pernah lebih dari 0,1 kg/l kadar nitrat nitrogen yang lebih besar dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan yang selanjutnya pertumbuhan dan tumbuh secara cepat (Blooming).
g.    BOD
Dari data praktikum didapatkan nilai BOD sebesar 2,1 mg/l nilai ini cukup rendah karena nilai BOD merupakan indikator bahan organik yang ada di perairan. Menurut Effendi (2003) berdasarkan kemampuan beroksidasi, penggunaan BOD dianggap paling baik dalam menggamarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat dikomposisi secara biologis maupun tidak. Menurut Baroto dan Syamsul (2006) pada hasil analisis kadar BOD pada air sungai didapatkan hasil bahwa kadar BOD terendah sebesar 3,20 mg/l kadar BOD dalam air sungai hulu lebih rendah dari bagian yanglain dengan kadar BOD 3-4 mg/l
h.    Turbiditas
Dari data praktikum didapatkan nilai turbiditas sebesar 8 mg/l hasil ini cukup baik di dalam perairan karena tidak akan menghambat pertumbuhan fitoplankton di perairan. Menurut Sutomo et al (1994) turbiditas yang mempunyai angka > 30 itu akan menghambat pertumbuhan fitoplankton dan kehidupan bioma di perairan.
i.      Amonia
Dari data praktikum didapatkan nilai ammonia sebesar 0,26 mg/l hal ini cukup baik di dalam perairan, akan tetapi apabila kadarnya lebih dari itu akan menjadi toksik di perairan. Menurut Effendi (2003), kadar ammonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/ l, kadar perairan tawar sebaliknya tidak lebih dari 0,2 mg/l perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan.
4.3.      Hubungan-Hubungan antar Parameter
a.    Hubungan pH dengan CO2 dan alkalinitas
Modereth et al dalam Effendi (2003), berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH <5 alkalinitas dapat mencapai nilai ”nol”. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas larutan yang bersifat basa, (pH rendah) bersifat korosif
c.    Hubungan pH dengan senyawa ammonia
Menurut Effendi (2003), berpendapat bahwa senyawa ammonium yang dapat berionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Ammonium bersifat tidak toksik namun pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih berionissi bersifat tokrik
d.    Hubungan DO dengan suhu
Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu, maka kelarutan oksigen akan semakin berkurang kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya lalinitas, sehingga kadar oksigen cenderung lebih rendah dari pada kadar oksigen di perairan air tawar (Effendi, 2003)
e.    Hubungan Orthophosfat dengan suhu dan pH
Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk orthrofosfat perubahan ini tergantung pada suhu yang mendekati titik didih perubahan polifosfat terjadi orthofosfat pada air limbah yang mengandung bakteri berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih.
f.     Hubungan kecerahan dengan padatan tersuspensi
Padatan bersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan bersuspensi nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Misalnya air memiliki nilai kepadatan terlalu tinggi tapi tidak berarti memiliki kekeruhan yang tinggi.
g.    Hubungan nitrat nitrogen dengan DO dan Suhu
Proses oksidarsi tersebut akan menyebabkan konsentris oksigen terlarut semakin berkurang terutama pada musim kemarau. Saat curah hujan sangat sedikit dimana volume aliran air di sungai menjadi rendah. Diiringi dengan tingginya temperature dan apabila volume limbah tidak berkurang akan menyebabkan laju oksidasi tersebut meningkat tajam. Keadaan ini menyebabkan konsentrasi oksigen menjadi sangat rendah, sehingga menimbulkan kondisi yang kritis bagi organisme air (Barus, 2001)
h.    Hubungan ammonia dengan pH
Semakin tinggi nilai pH akan menyebabkan keseimbangan antara ammonium dengan ammonia. Semakin bergeser ke arah ammonia artinya kenaikan pH akan meningkatkan konsentrasi ammonia yang diketahui bersifat sangat toksik bagi organisme air (Barus, 2001)
i.      Hubungan Karbondioksida dengan pH
Sebagian kecil karbondioksida yang terdapat di atmosfer larut ke dalam uap air membentuk asam karbonat. Selanjutnya jatuh menjadi hujan, air tawar selalu bersifat asam dengan pH 5,6 di dalam perairan berbentuk ion H+. sehingga pH perairan menurun (Effendi, 2003)
4.3   Kelayakan kualitas air terhadap budidaya dan Usaha Recovery
Menurut Asmawi (1986), kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan makhluk-makhluk yang hidup yang baik tumbuh-tumbuhan renik yang mempu berasimilasi. Agar tumbuh-tumbuhan renik dapat berasimilasi air harus:
·         Mempunyai suhu yang optimum untuk mendorong proses hidup
·         Menerima cahaya matahari yang cukup
·         Mengandung gas karbondioksida yang cukup
·         Mengandung mineral-mineral yang cukup
Suhu air yang optimal untuk selera makan ikan adalah 250C-270C perairan yang mengandung 5 mg/l. oksigen pada suhu 20-300C masih dipandang sebagai air yang cukup baik untuk kehidupan ikan kadar amoniak yang baik untuk kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya adalah kurang dari 1 ppm
Menurut Andayadi (2005) pH antara 7-9 sangat memadai bagi kehidupan air tambak. Dalam keadaan normal pH air terletak antara 7-10 karena air laut merupakan buffer yang baik. namun pada keadaan tertentu dimana tanah dasar tambak memiliki potensi kemasaman, pH air tambah dapat turun mencapai 4.
4.4   Aplikasi Limnologi dalam Usaha Budidaya Ikan
Menurut Yudha (2005), suhu yang sesuai untuk kehidupan udang berkisar antara 28-320. jika suhu terlalu tinggi udang akan mengalami kram (kejang). Jika suhu dibawah 200C udang bersifat pasif (diam) dan tidak mau makan. Alkalinitas diperlukan sebagai buffer terhadap pengaruh pengasaman atau pencegahan terjadinya fluktuasi pH yang besar
Menurut Andyani (2005), hewan jarang mati oleh ammonia pada sistem budidaya. Tetapi yang pasti ammonia adalah faktor penting dalam mengatur kesehatan dan pertumbuhan hewan air dalam sistem kultur semi intensif. Meade (1985) dalam Andayani (2005) menyatakan level amoniak 0,012 mg/ l untuk budidaya ikan.

5.    PENUTUP
 

5.1   Kesimpulan
Pada praktikum Limnologi didapatkan kesimpulan  sebagai berikut:
o   Limnologi adalah suatu pembelajaran tentang hubungan fungsional dan produktifitas komunitas air tawar, serta hubungannya dengan berbagai faktor fisik dan faktor kimia
o   Parameter fisika yang diukur dan diamati pada praktikum limnologi adalah suhu, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman air warna perairan, dan substrat. Sedangkan parameter kimia yang diukur adapah pH, DO, karbondioksida, alkalinitas TOM, orthofosfat, nitrat nitrogen BOD, ammonia dan Turbiditas
o   Faktor-Faktor yang mempengaruhi suhu diantaranya adalah intensitas cahaya matahari, pertukatan panas antara air dengan udara dan ketinggian geografis
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan arus diantaranya kekuatan angin, kemiringan, kedalaman dan keleburan sungai
o   Faktor-Faktor yang mempengaruhi kecerahan diantaranya adalah partikel terlarut, bahan organik terlarut dan warna perairan
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi kedalaman perairan adalah tinggi rendahnya dasar laut dan pengendapan di bagian dasar
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi warna perairan adalah partikel koloid dan peledakan (blooming) algae
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi substrat adalah kandungan bahan organik di dalam perairan, kedalaman dan kelebaran perairan,
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi pH adalah limbah yang mengandung asam-asam mineral
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi DO adalah kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi CO2 adalah arus dan arah angin
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi TOM adalah berasal dari kandungan CO2 dari fitoplankton
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi Orthofosfat adalah arah aliran sungai dan pengendapan
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi nitrat nitrogen adalah maonia yang terkandung dalam air
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan
o   Proses nitrifikasi adalah proses perubahan nitrit menjadi nitrat oleh bakteri nitrobacter dan nitrosemonas
o   Pembagian perairan menurut kesuburan perairan yaitu digotropik, mesotropik, eutrofik, hiper eutrofik dan distropik
5.2   Saran
Pada praktikum limnologi saat berada di laboratorium diharapkan dibagi menjadi shift per shift, agar pada setiap materi tidak terlalu banyak praktikum, sehingga praktikan dapat menyimak dengan baik materi yang diberikan oleh asisten.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi. 2009. Pengaruh CO2 (Karboondioksida) Murni terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme pada Produk. Diambil dari www.repository.usu.ac.id pada 27 November 2010.
Akrimi, dan Subroto. 2002. Engantar Limnologi. Gramedia, Jakarta.
Andayani, Sri. 2005. Manajemen Kualitas Air untuk Budidaya Perairan fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, Malang.
Aridianto. 2010. Kecepatan Arus di Perairan. Diambil dari www.aridianto.blogspot.com pada 28 November 2010.
Ariana. 2002. Pemetaan Batimetri dan Karakteristik Dasar Perairan dangkal di Perairan Pulau dasar. Diambil dari www.irc.ipb.ac.id pada 13 November 2010.
Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. PT. Gramedia, Jakarta.
Barus. 2001. Pengantar Limnologi. . Swadaya Cipta, Jakarta
Darmayanto. 2009. Penggunaan Serbuk Tulang Ayam sebagai Penurun Intensitas Warna Air Gambut. Diambil dari www.repository.ac.id pada 27 November 2010.
Effendie, 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta.
Fansuri. 2009. Fosfat. Diambil dari www.aosanyustory.blogspot.com pada 4 November 2010.
Ghufron, dan Kordi. 2005. Budidaya Ikan laut di karamba. Rineka Cipta, Jakarta.
Hamid. 2010. Sistem Koordinasi Organisme. Diambil dari  www.zaifbio.wordpress.com pada 25 November 2010.
Hadikusumah. 2008. Pengantar oceanografi. UI Press, Jakarta.
Hariyadi. 2004. BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan baku Mutu Air Limbah. Diambil dari www.rudget.com pada 28 November 2010.
Hutabarat, dan Stewart. 2008. Pengantar Oceanografi. UI Press, Jakarta.
Irawan. 2009. Faktor-Faktor Penting dalam Proses Pembesaran Ikan di fasilitas Nursery dan Pembesaran. Diambil dari www.sith.ipb.ac.id pada 28 November
Irianto. 2005. Patologi Ikan Telestoi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kordi, M.G.; dan Andi T. 2002. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta, Jakarta.
Ivanhadgson. 2010. Laporan Praktikum Limnologi. Diambil dari www.ivanhadgson
Mahmudioto.wordpress.com pada 28 November 2010.
Manik. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan, Jakarta.
Marindro. 2008. Karakterisitik Perairan. Diambil dari www.marindro.wordpress.com pada 22 November 2010.
Mulia. 2002. Bahan Organik Terlarutdan Tidak Terlarut. Diambil dari www.reository.usu.ac.id pada 18 November 2010.
Pamuji, dan Anthonacas. 2010. Ketika Kelimutu Berubah Warna. Diambil dari www.lipi.go.id pada 28 November 2010.
Ponawala, et.al. 2010. Bahan Organik dalam Organik dalam Perairan. Diambil dari www.punawala.wordpress.com pada 20 November 2010.
Roonawale, et. al. Studi Kualitas air. Diambil dari www.e-journal. blogspot.com pada 22 November 2010.
Sahri, et. al. 2000. Keragaman makrobentos pada Berbagai Substrat Buatan di Sungai Cilagak Cilacap. Diambil dari www.scribde.com pada 28 November 2010.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut dan Kebutuhan Oksigen untuk Penentuan Kualitas Perairan. Diambil dari www.images.ouox.content.com pada 28 November 2010.
Sembiring.2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Kaitannya dengan faktor Fisik Kimia. Diambil dari www.repository.usu.ac.id pada 28 November 2010.
Setiawan. 2010. Pemetaan laju Perubahan Arus Lahan Huatn Mongrove di sebagian Taman nasional Bali Barat. Diambil dari www.firmman08.wordpress.com pada 28 November 2010.
Suciati. 2006. Pengaruh Suhu Air terhadap Kecepatan Regenerasi Cacing Planaria di Aliran Sungai Semirang Kabupaten Semarang. Diambil dari www.digiblib.ub.ac.id pada 28 November 2010.
Suratno dan Bayu. 2010. Distribusi Temporal Karbon Organik di Perairan Gugus Pulau Pari. Diambil dari www.limnologi.lipi.go.id pada 28 November 2010.
Syaifuddin. 2004. Kandungan Hara, Telaah Kualitas air. Diambil dari www.upi.ac.id pada 23 November 2010.
Yudha. 2005. Aplikasi Sistem Sirkulasi terhadap Peng elolaan Kualitas Air Tambak. Diambil dari www.lipi.go.id pada 28 November 2010.
Yuningsih. 2007. Keracunan Nitrat-Nitrat pada Ternak Ruminaria dan Upaya Penccegahannya. Diambil dari www.pustaka.litbang-deptan.go.id pada 28 November 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar